ANALISIS PROTEIN
Dosen Pengampu:
Surya Amal, S.Si, M.Kes, Apt
Disusun Oleh:
Desta Astarina Saputri Toasa
35.2014.7.1.0955
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
NGAWI
2018
Abstrak
Protein adalah senyawa organik komplek
berbobot molekul besar yang terdiri dari asam amino yang terhubung satu sama
lain denga ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, dan kadang kala sulfur dan fosfor. Protein memiliki peran
peenting dalam pembentukan struktur, fungsi, regulasi sel-sel makhluk hidup dan
virus. Protein juga bekerja sebagai neurotransmiter dan pembawa oksigen dalam
darah (hemoglobin) serta sumber
energi bagi tubuh. Sedang adanya analisis protein berguna untuk keperluan
pelabelan gizi dan mengetahui sifat fungsional serta penentuan sifat biologis
protein. Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara
kualitatif dan kuantitatif.
A.
Pengertian
protein
Protein berasal dari kata protos
yaitu bahasa yunani yang berarti “ yang paling utama” adalah senyawa organik
kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer asam amino
yang terhubung satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein ditemukan oleh ahli kimia belanda, Geraldus Mulder
(1802-1880).
Protein merupakan salah satu
makromolekul yang penting dalam bahan pangan. Analisis protein penting untuk
keperluan pelabelan gizi, mengetahui sifat
fungsional dan penentuan sifat biologis protein. Analisis protein juga perlu
dilakukan untuk mengetahui kandungan total protein dari suatu bahan pangan,
jumlah protein tertentu dalam suatu campuran, kandungan protein hasil dari
suatu isolasi
dan purifikasi protein, kandungan non-protein nitrogen, komposisi asam amino
dan nilai gizi protein.
Umumnya terdapat 20 jenis asam amino yang menyusun
struktur protein,dari dua puluh macam asam amino, tubuh orang dewasa
membutuhkan delapan jenis asam amino esensial yaitu lisin, leusin, isoleusin,
valin, triptofan, fenilalanin, metionin, treonin, sedangkan untuk anak-anak
yang sedang tumbuh, ditambahkan dua jenis lagi yaitu hstidin dan arginin.
Adapun contoh asam amino non-essensial yaitu prolin, serin, tirosin, sistein,
glisin, asam glutamat, alanin, asam aspartat, aspargin, ortinin (Irianto dan
Waluyo, 2004). Semua asam amino penyusun protein mempunyai ciri yang sama,
yaitu memiliki gugus karboksil (-COOH) yang bersifat asam dan gugus amino
(-NH2) yang bersifat basa yang diikat pada atom karbon yang sama.
B.
Struktur
protein
Struktur protein mengacu pada susunan/urutan linier
dari konstituen asam amino yang secara kovalen dihubungkan melalui ikatan
peptida. Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang
menentukan sifat dasar dari berbagai protein dan secara umum menentukan bentuk
struktur sekunder dan tersier (Winarno, 1991).
C. Fungsi protein
Protein mempunyai
fungsi bermacam-macam bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur pergerakan,
pertahanan tubuh, dan alat pengangkut. Sebagai zat-zat pengatur, protein
mengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon. Proses
metabolik (reaksi biokimiawi) diatur dan dilangsungkan atas pengaturan enzim,
sedangkan aktivitas enzim diatur lagi oleh hormon, agar terjadi hubungan yang
harmonis antara proses metabolisme yang satu dengan yang lain (Sediaoetama,
2008).
D.
Jenis-jenis protein
Berdasarkan sumbernya protein dibagi menjadi dua
jenis, yaitu (Budianto, 2009):
1.
Protein hewani. Protein hewani adalah protein yang berasal dari hewan, dimana hewan yang
memakan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein hewani. Contoh daging
sapi, daging ayam, susu, udang, telur, belut, ikan gabus dan lain-lain.
2.
Protein nabati. Protein nabati adalah protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Contoh
jagung, kacang kedelai, kacang hijau, dan jenis kacang-kacangan lainnya yang
mengandung protein tinggi.
Berdasarkan bentuknya, protein dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:
1. Protein
fibriler (skleroprotein), yaitu protein yang
berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik
larutan garam, asam basa ataupun alkohol. Contohnya kolagen yang terdapat pada
tulang rawan, miosin pada otot, keratin pada rambut, dan fibrin pada gumpalan
darah.
2. Protein
globuler (steroprotein), yaitu protein yang
berbentuk bola. Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, juga
lebih mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut asam dan
basa dibandingkan protein fibriler. Protein ini mudah terdenaturasi, yaitu susunan
molekulnya berubah diikuti dengan perubahan sifat fisik dan fisiologiknya
seperti yang dialami oleh enzim dan hormon.
3. Penetapan Kandungan Protein Bahan Pangan
E. Penetapan kandungan protein
Analisis
protein dapat dilakukan melalui analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
1. Analisis kualitatif
Analisis kualitatif protein bisa dilakukan dengan beberapa reaksi warna
seperti dengan pereaksi nihidrin, pereaksi biuret, dan pereaksi milon.
a. Pereaksi nihidrin
Protein yang dilarutkan jika ditambah dengan peraksi
Ninhidrin maka akan terbentuk warna biru lembayung. Reaksi anatara ninhidrin
dengan gugus amina primer membentuk warna ungu yang isebut juga disebut juga dengan warna
ungu Ruheman. Gugus Imina seperti asam pipekolat dan prolin, gugus guanidin
seperti arginin, gugus amida seperti asparagin, cincin indol seperti triptofan,
gugus sulfhidril pada sistein, gugus-gus amino pada sitosin dan guanin, serta
ion-ion sianida juga membentuk warna tertentu dengan pereaksi Ninhidrin.
b. Reaksi biuret
Protein yang sudah dilarutkan ditambah dengan pereaksi biuret maka akan
terbentuk warna biru lembayung.
c. Reaksi milon
Protein ditambah larutan merkuro nitrat Hg2(NO3)2 dan asam sitrat pekat
maka akan terbentuk warna merah. Adanya warna merah ini disebabkan oleh oksidasi
asam nitrat pada asam amino yang mempunyai gugus OH seperti tirosin.
2. Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif protein digunakan untuk mengetahui kadar protein pada bahan dan produk
pangan yang dapat ditentukan dengan metode volumetri dan spektrofotometri.
a. Metode volumetri
Pada metode volumetri antara lain metode Kjehdahl dan
metode titrasi formol.
1) Metode kjehdal
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk
penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Metode ini didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total yang ada
di dalam sampel. Kandungan protein dapat dihitung dengan mengasumsikan
rasio tertentu antara protein terhadap nitrogen untuk produk tertentu yang dianalisis. Karena unsur nitrogen bukan hanya berasal dari
protein, maka metode ini umumnya didasarkan pada asumsi bahwa kadar nitrogen
dalam protein adalah sekitar 16%.
2) Metode titrasi formol
Penetapan protein metode titrasi formol banyak digunakan untuk analisis protein pada susu. Bila
formaldehida ditambahkan ke dalam susu yang telah dinetralkan, formaldehida tersebut akan bereaksi dengan gugus amino dari residu asam
amino seperti lisin. Rekasi ini menyebabkan terjadinya konversi gugus NH2
menjadi gugus N=CH2 yang menyebabkan kehilangan sifat basa dan meningkatkan keasaman protein. Peningkatan keasaman protein ini kemudian diukur secara titrasi dengan
menggunakan sodium hidroksida standar dengan fenolftalein
sebagai indikator. Untuk mengetahui
kadar protein harus
dibuat percobaan serupa dengan menggunakan larutan yang sudah
diketahui kadar
proteinnya (misalkan dengan
cara Kjehdal). Untuk susu dapat digunakan faktor 1,83. Rumus perhitungan
yang digunakan: Kadar protein susu (%)= titran formol x 1,83 Kadar kasein (%)=
titran formol x 1,63.
b. Metode volumetri
Metode ini hanya dapat digunakan unyuk protein terlarut. Pada penetapan
kadar protein secara spektrofotometri digunakan bovin serum albumin (BSA)
sebagai pembanding karena memberikan reprodsibilitas yang tinggi. Protein dapat
ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri visibel dengan menambah pereaksi
tertentu.
1) Metode bioret
Penetapan kadar protein dengan metode biuret didasarkan pada kenyataan bahwa dua atau lebih
ikatan peptida dapat berikatan secara kovalen koordinasi dengan ion Cu2+ dari tembaga(II) sulfat yang berasal dari pereaksi biuret dalam suasana alkalis. Ion Cu2+ini berikatan dengan dua atom
nitrogen dan dua atom oksigen dari dua ikatan peptida membentuk senyawa
kompleks yang berwarna ungu yang dapat diukur secara spektrofotometri pada
panjang gelombang 550 nm.
2)
Metode
lowry
Prinsip penetapannnya adalah
reaksi antara Cu2+ dengan ikatan pepetida dan reduksi dari asam
fosfontungstat dan asam fosfomolibdat menjadi molibdenum yang berwarna biru
yang jika digabung dengan warna yang terbentuk dari pereaksi lain yang
digunakan pada metode ini maka dapat diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 600nm.
3) Metode asam bikikoninat
Prinsip metode ini adalah bahwa adanya protein mampu
mereduksi ion kupri menjadi ion kupro pada kondisi basa. Ion kupro membentuk
kompleks dengan reagen BCA (yang berwarna hijau apel) membentuk warna keunguan. Warna ungu yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi protein. Kekurangan metode ini adalah warna yang dihasilkan
tidak stabil dengan waktu
c. Metode pengikatan warna
Metode analisis protein dengan pengikatan zat warna merupakan penetapan protein secara
tidak langsung. Gugus polar dalam protein dapat mengikat zat warna yang
bermuatan berlawanan dengan muatan pada protein membentuk kompleks protein-zat
warna yang tidak larut. Kompleks tidak larut yang terbentuk kemudian dipisahkan
dengan cara sentrifugasi atau penyaringan. Kemudian konsentrasi zat warna yang
tidak terikat dapat diukur absorbansinya. Dengan menggunakan kurva standar yang
menyatakan hubungan antara absorbansi dengan kadar protein yang ditetapkan
dengan metode Kjehdahl, maka kadar protein dalam sampel dapat ditentukan.
Zat warna yang
sering digunakan
adalah zat warna asidik seperti amino Black 10B ( maks 615 nm) dan Orange G (
maks 485 nm). Prinsip metode ini adalah pada kondisi pH rendah, gugus yang bersifat basa dari protein bermuatan positif akan terikat
secara kuantitatif dengan gugus yang bersifat asam (bermuatan negatif) yang
terdapat pada zat warna.
Daftar Pustaka
Budianto A K.
2009. Pangan, Gizi, dan Pembangunan Manusia Indonesia: Dasar- Dasar Ilmu
Gizi. Malang: UMM Press.
Irianto K dan Waluyo K.
2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Yrama Widya.
Almatsier S.
1989. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
Sediaoetama AD.
2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia Jilid I.
Jakarta: Dian Rakyat.
Winarno F.G.
1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Komentar
Posting Komentar