ANALISA
ZAT PENGAWET DAN PROTEIN YANG TERKANDUNG PADA SOSIS
Penggunaan bahan kimia
sebagai bahan tambahan pada makanan (food additive) saat ini banyak
ditemukan pada makanan dan minuman. Salah satu bahan tambahan pada makanan
adalah pengawet bahan kimia yang berfungsi
untuk memperlambat kerusakan makanan, baik yang disebabkan mikroba
pembusuk, bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan
proses pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan.
Bahan makanan umumnya
terdiri dari zat-zat kimia yang terbentuk secara alami ataupun sintetis dalam
beragam kombinasi dan berperan sama pentingnya bagi kehidupan. Unsur-unsur yang
perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat, protein, mineral, lemak dan
komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzim. Senyawa dan unsur tersebut
dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti sel saraf, darah dan
sel-sel otot untuk bersma-sama membentuk tubuh.
Sosis adalah suatu
makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan dan rempah serta
bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara
tradisional menggunakan usus hewan, tetapi sekarang sering kali menggunakan
bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan.
Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang
telah dilakukan sejak sangat lama. Dibanyak negara, sosis merupakan topping populer untuk pizza (Anonymous).
Pemberian
bahan tambahan pada makanan dan minuman sudah menjadi hal biasa dilakukan oleh
masyarakat. Bahan tambahan makanan berarti bahan apapun yang biasanya tidak
dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai
bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila
ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk teknologi termasuk (organoleptik)
dalam pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
pengangkutan atau penanganan makanan atau dapat diharapkan (secara langsung
atau tidak langsung) terhadap makanan itu atau hasil sampingannya menjadi
bagian komponen makanan itu atau mempengaruhi ciri-ciri makanan itu. Pada
dasarnya bahan tambahan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :
a.
Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan
maksud tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita
rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan
lain sebagainya.
b.
Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam
jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.
Berdasarkan
fungsinya bahan tambahan makanan dapat digolongkan antara lain antioksidan,
pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang, pengawet, penyedap
rasa dan aroma, penguat rasa, pewarna dan lain-lain. Zat pengawet ialah bahan
kimia yang berfungsi untuk membantu, mempertahankan bahan makanan dari serangan
mikroba pembusuk, baik bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat,
mencegah, menghentikan proses pembusukan, fermentasi, pengasaman atau kerusakan
komponen lain dari bahan makanan. Aktifitas-aktifitas zat pengawet tidak sama, misalnya ada yang
efektif terhadap bakteri, ragi atau kapang. Zat pengawet terdiri dari senyawa
organik dan senyawa anorganik.
Pemakaian
Zat pengawet organik lebih banyak daripada zat pengawet anorganik karena bahan
ini mudah didapat. Bahan organik ini digunakan dalam bentuk asam maupun dalam
bentuk garamnya Bahan pengawet yang sering digunakan ialah asam asetat, asam
benzoat, asam propionat, asam sorbat dan senyawa epoksida. Sedangkan zat
pengawet anorganik yang sering digunakan adalah sulfit, nitrit dan nitrat. Syarat-syarat
bahan pengawet diantaranya adalah harus bekerja menghambat dan mematikan mikroorganisme,
tidak boleh merangsang rasa dan bau, stabil secara fisika dan kimia, dapat
bekerja lama, tidak boleh mengurangi khasiat makanan, mudah didapat, bersifat
efektif dalam jumlah kecil dan tidak boleh terurai dalam tubuh menjadi zat-zat
yang lebih toksis daripada bahan pengawet murni.
Terjadinya
pengaruh zat pengawet dalam tubuh kemungkinan karena adanya efek karsinogen dan
toksisitas zat pengawet. Misalnya pemecahan misteri kanker, diduga ada kemungkinan
suatu senyawa dalam makanan atau lingkungan yang mudah menimbulkan kanker pada
hewan maupun tumbuhan. Ini dimulai dari iritasi yang secara akut dan kronis
akan menjadi kanker. Pemakaian setiap substansi yang dapat menimbulkan kanker
pada manusia atau hewan dilarang pada semua tingkatan konsentrasi.
Analisa
kualitatif zat pengawet dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pereaksi
warna. Analisa kualitatif nitrit dapat menggunakan HCl 0,1N; FeSO4
0,5 N; BaCl2; AgNO3 0,1 N; KI 0,1 N; NH4Cl
padat dan KMnO4. Sedangkan untuk nitrat digunakan reagen difenilamina,
FeSO4 dan H2SO4. Zat pengawet yang dianalisa direaksikan
dengan reagen difenilamian, kemudian warna yang terbentuk dibandingkan dengan
pembanding murni yang juga telah direaksikan dengan reagen yang sama.
Kromatografi
lapis tipis digunakan secara luas untuk analisa kualitatif atau pemisahan
campuran dalam jumlah yang kecil. Analisa ini bekerja berdasarkan pada
distribusi fasa cair-padat. Sebagai fasa padat berupa lapisan tipis bubur
alumina atau silica gel yang menempel pada permukaan selembar lempeng kaca,
sedangkan sebagai fasa cairnya adalah eluen yang digunakan untuk membawa zat
yang diperiksa bergerak melalui fasa padat.
Protein
merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena disamping berfungsi
sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan
pengatur. Protein merupakan sumber sejumlah asam amino yang mengandung unsur C,
H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein
juga mengandung fosfor dan belerang. Sebagai zat pembangun, protein merupakan
bahan pembentuk jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa
pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran, pada masa
kehamilan protein membentuk jaringan baru dan embrio. Protein juga mengganti
jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Fungsi utama protein bagi
tubuh adalah untuk membentuk jaringan dan mempertahankan jaringan yang telah
ada. Protein juga digunakan sebagai bahan bakar apabila kebutuhan energi tubuh
tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai
proses di dalam tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat
pengatur proses di dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam
dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotik
koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah.
Alat-alat
yang digunakan untuk menganalisa antara lain gelas ukur, gelas beker, timbangan
analitik, hotplate, sentrifuge, bejana kromatografi dan lain-lain. Bahan-bahan
yang digunakan adalah sosis dengan 3 macam merk, daging sapi, aquadest, etanol
96%, butanol, metanol, asam asetat 2%, ninhidrin 1%, natrium nitrit, kalium
nitrat, natrium bikarbonat, asam klorida 0,1 N, asam klorida 6 N, besi (II)
sulfat 0,5 N, asam sulfat 1 N, asam asetat 2 N, barium klorida, perak nitrat
0,1 N, kalium iodida 0,1 N, kalium permanganat, amonium klorida padat, besi
(III) klorida, larutan kanji, asam sulfat pekat, natrium hidroksida 0,1 N dan
difenilamina.
Sampel sosis terlebih dahulu diekstrak dengan cara
masing-masingnya ditimbang sebanyak 30 gram, lalu diblender sambil ditambahkan
air secukupnya sampai sampel tersebut halus, kemudian dipindahkan ke dalam
gelas piala. Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu disentrifus
dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Sampel akan memisah menjadi 2
lapisan, ambil lapisan bening.
Pemeriksaan nitrit dilakukan dengan mereaksikan
sampel dengan 2 tetes HCl 0,1 N; FeSO4 yang diasamkan dengan asam
asetat encer atau asam sulfat encer, BaCl2, AgNO3 0,1 N;
KI 0,1 N; KMnO4 yang diasamkan dengan asam asetat atau asam sulfat
encer dan NH4Cl secara berlebihan, kemudian reaksi yang terjadi
diamati. Pemeriksaan nitrat dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan 2 tetes
H2SO4 pekat, FeSO4 sambil ditambahkan 3-5
tetes larutan H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sepanjang
sisi tabung uji, serta dengan pereaksi difenilamina sambil diteteskan H2SO4
pekat, kemudian reaksi yang terjadi diamati.
Untuk hidrolisis protein, sampel dan pembanding (daging sapi) dihidrolisis dengan
menggunakan HCl 6 N, dihaluskan sedemikian rupa dan masing-masing ditimbang
sebanyak 100 mg lalu dimasukan ke dalam ampul, tambahkan 2 ml HCl 6 N untuk
masing-masing ampul, tutup ampul dengan menggunakan nyala api oksidasi. Oven
selama 6 jam pada suhu 1100C, didapatkan campuran dari asam amino
yang telah terhidrolisis. Hidrolisat yang
didapat ditambahkan dengan natrium bikarbonat sampai pH-nya netral.
Kemudian masing-masing dilarutkan dalam metanol lalu ditotolkan pada plat KLT
sedemikian rupa. Plat dikeringkan diudara terbuka, selanjutnya dimasukkan ke
dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan eluen. Sebagai eluen
digunakan etanol 96% : air (70 : 30) dan butanol : asam asetat : air (80 : 20 :
20). Eluen dibiarkan naik sampai tanda batas, kemudian plat dikeluarkan dari
bejana dan dikeringkan. Semprotkan pereaksi ninhidrin lalu panaskan di atas
hotplate sampai terlihat warna biru-ungu. Nilai Rf dari masing-masing noda
ditentukan dan kemudian dibandingkan dengan nilai Rf dari pembanding
Hasil
dari analisa zat pengawet dan protein dalam sosis, berdasarkan jurnal yang dibaca bahwa untuk penelitian
dapat menggunakan 3 sampel merek sosis
yang umumnya beredar dipasaran dengan Nomor BPOM RI MD.214810023414 (Sampel A),
BPOM RI MD. 215109005043 (Sampel B) dan BPOM RI MD. 215109032043 (Sampel C)
dimana pada labelnya tidak dicantumkan adanya pengawet. Sebelum diidentifikasi,
zat pengawet yang berada dalam bentuk campuran dengan bahan tambahan lain
diekstraksi terlebih dahulu dan direaksikan dengan pereaksi warna. Sampel dan
pembanding masing-masing direaksikan dengan zat-zat pereaksi tersebut. Hasil
reaksi terlihat bahwa sampel C lebih cepat memberikan reaksi jika dibandingkan
dengan sampel A dan sampel B. Dapat disimpulkan bahwa sampel C mempunyai kadar
pengawet yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampel lainnya.
Identifikasi protein dalam sosis sampel dengan
pembanding daging alami (daging sapi sebelum diolah). Sampel dan pembanding
terlebih dahulu dihidrolisis dan didapatkan asam-asam amino. Asam amino hasil
hidrolisis sampel dibandingkan dengan hasil hidrolisis pembanding menggunakan
metoda kromatografi lapis tipis dengan eluen etanol 96% : air (70 : 30) dan
eluen butanol : asam asetat : air (80 : 20 : 20) dan hasilnya memperlihatkan
bahwa daging sapi alami yang berfungsi sebagai pembanding lebih banyak
mengandung asam amino jika dibandingkan dengan daging yang sudah diawetkan dan
diolah sedemikian rupa. Sampel A, B dan C merupakan daging olahan yang telah
mengalami perlakuan yang ekstrim untuk diproduksi. Disamping untuk mengawetkan,
penambahan zat-zat kimia ini juga untuk menambah cita rasa, juga untuk
memberikan hasil yang baik pada produk sehingga kemungkinan untuk rusaknya
protein lebih besar dibandingkan dengan daging yang tidak diolah.
Kemudian mengenai penggunaan natrium nitrit sebagai
pengawet untuk mempertahankan warna daging dan ikan, ternyata menimbulkan efek
yang membahayakan kesehatan, karena nitrit dapat berikatan dengan amino dan
amida yang terdapat pada protein daging membentuk turunan nitrosoamin yang
bersifat toksis. Nitrosoamin merupakan salah satu senyawa yang diduga dapat
menimbulkan kanker. Nitrosoamin ini bentuknya bermacam-macam diantaranya metil
alkil nitrosoamin, siklik nitrosoamin, aril alkil nitrosoamin dan diaril
nitrosoamin.
Semua sosis yang beredar dipasaran yang diuji
dengan metode reaksi warna mengandung nitrit dan nitrat sebagai pengawet,
walaupun produk tersebut tidak mencantumkan adanya pengawet pada komposisi
produk. Sedangkan analisa protein dengan metoda kromatografi lapis tipis (KLT)
menunjukkan bahwa daging tanpa olahan mengandung lebih banyak asam amino
(menunjukkan bahwa mutu proteinnya lebih tinggi) jika dibandingkan dengan
daging yang diawetkan dan diolah sedemikian rupa.
Komentar
Posting Komentar